Adalah
gempar sekitar bulan November 2011 ketika adanya penemuan area alam yang
mengandung emas di desa Wamsait, kecamatan Waeapo, kabupaten Buru, provinsi
Maluku. Hal ini menghebohkan masyarakat untuk berbondong-bondong datang kesana
dengan motivasi untuk mendulang emas-emas tersebut.
Seperti yang kita ketahui
bahwa emas adalah logam mulia yang dapat ditempa untuk mendesain
perhiasan-perhiasan mewah seperti cincin, kalung, gelang, dan lain-lain. Material
alam yang lambangnya Au, dan nomor
atomnya 79, juga bobot atomnya 196,9665, serta logam adi; aurum ini seringkali dianggap sebagai lambang kekayaan karena nilai
jualnya sangat tinggi dibandingkan beberapa material-material alam lainnya, dan
atas dasar itulah maka banyak masyarakat yang menginjakan kakinya ke desa
Wamsait untuk ‘memakan’ emas.
Kini keseharian di desa Wamsait yang
mulannya sepi mendadak ramai karena banyak masyarakat yang terus berdatangan
dengan motivasi yang sama, bukan hanya masyarakat pribumi daerah itu namun
masyarakat kabupaten Buru secara keseluruhan bahkan ada yang dari pulau Jawa
dan Kalimantan. Hal ini adalah wajar karena di zaman susah seperti sekarang ini
memaksakan para masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan untuk ketimbang
memilih hal-hal seperti ini untuk terus dapat bereksistensi di tengah kehidupan
ini. Mereka menganggap bahwa desa Wamsait adalah solusi atas masalah ekonomi
mereka karena emas yang ada disana bisa dijual untuk mendapatkan uang. Apalagi
modal untuk mendulang emas tidaklah besar melainkan hanya memanfaatkan sekop
atau cangkul dan wajan, dimana sekop dan cangkul digunakan untuk membongkar
tanah yang menyembunyikan emas serta wajan berfungsi untuk mendulang logam
mulia itu. Hal ini terus dilakukan sehingga lahan-lahan alam yang masih perawan
terus tereksploitasi secara bebas tanpa ada pengawasan.
Namun dengan terus berlanjutnya
kegiatan ilegal ini, Pemerintah dalam hal ini PEMKAB Buru mengupayakan sebuah
usaha untuk meminimalisir bahkan memberhentikan kegiatan pengrusakan alam
itersebut, karena menurut Ramly Umasugi, S.Pi, MM yang bertindak sebagai Bupati
Buru bahwa apabila hal ini dibiarkan dalam waktu lama maka akan timbul gejolak,
baik gejolak alam maupun sosial. Maka PEMKAB Buru mulai mengultimatumkan semua
penambang emas disana untuk mengosongkan area penambangan tersebut dengan batas
terakhir hari Rabu (22/02/12), dan penambang-penambang dari luar pulau Buru
akan dievakuasikan ke pelabuhan Namlea untuk segera dipulangkan ke daerah
masing-masing. Setelah dilakukannya hal ini, maka banyak dari
penambang-penambang tersebut menjadi kecewa atas kebijakan Pemerintah. Mereka
berpikir bahwa apa yang dilakukan oleh Pemerintah adalah tidak tepat dan hanya
akan menyengsarakan warga yang membutuhkan pekerjaan tersebut untuk
menghidupkan kehidupan mereka ditengah susahnya mencari lapangan pekerjaan.
Ada hal pro-kontra pada masalah ini,
namun apa yang dilakukan oleh PEMKAB Buru adalah tepat, karena apabila tidak di
jalankan kebijakan tersebut maka akan terjadi eksploitasi alam yang berlebihan
dan merugikan yang terjadi secara terus-menerus tanpa kontrol yang pada
akhirnya akan berdampak buruk pada kehidupan masyarakat di desa Wamsait, dan
tidak menutup kemungkinan pada daerah-daerah lain di pulau Buru, karena alam
akan rusak dan tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik dalam membantu
manusia dalam hal pemenuhan kebutuhannya. Di lain hal, persungutan warga bisa
ditindaklanjuti apabila PEMKAB Buru mau melakukan hubungan kerja dengan
investor-investor besar (seperti PT. Freeport di Timika, Papua) untuk
memanfaatkan gudang emas di desa Wamsait dengan mempertimbangakan kelestarian
lingkungan (alam) dan jumlah tenaga kerja yang presentasenya 50% harus
diberikan kepada warga pribumi. Apabila hal itu terjadi maka akan ada
keuntungan finansial bagi kedua belah pihak (Pemerintah dan Warga), serta alam
akan baik-baik saja karena itu menjadi hal yang diprioritaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar