Rabu, 29 Februari 2012

Butuh Rp.5.000 Untuk Merasakan “Kedamaian”

Gong Perdamaian Dunia (GPD) yang dihadiahkan kepada kota Ambon atas prestasi dalam menyelesaikan secara cepat dan akurat konflik kemanusiaan yang terjadi beberapa waktu yang lalu, merupakan sebuah simbol kebanggaan bagi masyarakat daerah ini. Karena dengan demikian setiap orang yang melihat GPD tersebut akan berinterpretasi bahwa, Ambon adalah daerah yang aman, dan itu merupakan sebuah modal yang besar bagi kita masyarakat Maluku, terkhususnya masyarakat Ambon dalam rangka memajukan daerah ini.
            Namun dibalik informasi positif diatas, ternyata ada fakta ironis yang menggeliat keluar dari kesakralan GPD, yaitu mengenai biaya untuk akses masuk atau tiket yang dipatok Rp.5.000/orang oleh penjaga-penjaga GPD itu sendiri. Ini adalah hal yang sangat ironis memang, disaat masyarakat Ambon yang sedang dilanda krisis kedamaian akibat kejadian 11 September lalu, jika ingin mencicipi rasa “kedamaian” di GPD harus merogoh saku terlebih dahulu.                                                       Apakah ini harus?                                                                                                                              
            Alasan yang didapat dari para penjaga GPD adalah, dengan adanya pemungutan ini diharapkan agar uang-uang tersebut bisa dijadikan sebagai biaya pemeliharaan segi fisik maupun non-fisik GPD. Alasan ini menimbulkan sebuah pemikiran bahwa, apa kurangkah sumbangan dari rakyat kepada pemerintah dalam bentuk pembayaran rekening listrik, air, pajak, telepon, dan lain-lain, hingga membuat pemerintah dalam hal ini dinas terkait membuat kebijakan seperti ini. Mengenai biaya pemeliharan pasti bisalah diatur oleh pemerintah atau dinas terkait. Kemudian pertanyaan yang pantas untuk diangkat adalah; apakah ini permainan dari kalangan atas atau orang lapangan?                                                Cobalah berpikir! Lihatlah efek dari kebijakan ini pada masyarakat luas! Banyak dari mereka belum pernah merasakan “kedamaian” di GPD karena masalah ini. Beruntung bagi mereka yang mempunyai uang, kalau yang tidak bagaimana? Padahal akses untuk masuk ke GPD adalah hak semua masyarakat Ambon, karena masyarakat Ambon-lah GPD itu bisa berdiri.
            Mengapa GPD berdiri di tempat dia berdiri sekarang, dan mengapa ia tidak memilih tempat lain? Hal ini disebabkan karena tempat dimana GPD berdiri sekarang adalah tempat dimana dua komunitas agama besar di daerah ini dulu bertransaksi makanan, pakaian, dan hal-hal pokok bahkan tersier pada masa konflik beberapa tahun lalu. Itu sebabnya tempat ini dipilih berdasarkan segi historisnya. Dan hal inilah yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah dan dinas terkait untuk menggratiskan biaya akses masuk ke GPD, karena tempat ini seharusnya merupakan tempat dimana masyarakat Ambon bahkan Maluku bertransaksi cerminan dari segi historisnya tempat kebanggaan ini, namun bukan lagi bertransaksi makanan atau pakaian tetapi bertransaksi damai. Jadi bagaimana daerah ini mau benar-benar damai jikalau kebijakan ini belum dihapus.

            Seharusnya GPD yang merupakan simbol kebanggaan masyarakat Ambon harus menjadi tempat dimana titik nol (pusat) kedamaian itu berpusat, bukan menjadi tempat yang dijadikan sebagai lahan bisnis bagi para petinggi daerah ini. Gratiskanlah biaya akses masuknya agar dari GPD kedamaian dipancarkan kepada seluruh Maluku, Indonesia, bahkan dunia melalui transaksi damai dari dua komunitas agama besar di daerah ini.
            Ayo gratiskanlah!           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar