Rabu, 29 Februari 2012

Oh, Jembatan Merah Putih!

Jembatan Merah Putih merupakan sebuah jembatan yang rencananya akan menghubungkan desa Galala-Hative Kecil dengan Rumahtiga-Poka. Keberadaan jembatan ini merupakan buah harapan masyarakat Ambon terhadap persungutan mereka mengenai jalan pintas atau akses cepat dari bandara Pattimura ke daerah pusat kota. Memang benar jika Pemerintah sudah menemukan solusi mengenai hal tersebut sejak dulu yaitu dengan mengadakan Kapal Ferry Poka-Galala, namun hal ini dinilai tidak efektif untuk mereka yang dalam keadaan terburu-buru atau membutuhkan waktu yang singkat, hal ini dikarenakan Kapal Ferry tersebut harus berlabuh terlebih dahulu untuk memenuhi daya muatnya dengan penumpang, baik penumpang pejalan kaki maupun berkendaraan, dan hal itu biasanya memakan waktu hingga 15 menit.
Atas dasar masalah inilah maka Pemerintah dan masyarakat Ambon berinisiatif untuk membuat sebuah akses media yang lebih efektif, dan disetujuilah pendirian sebuah jembatan penghubung dua jasirah ini (Leitimur dan Leihitu).
            26 Juli 2011 dimulailah pembangunan jembatan tersebut yang direncanakan akan berakhir pada 12 Oktober 2013 (810 hari) ditambah dengan masa pemeliharaan sekitar 730 hari, jembatan yang dikontraktorikan PT. Wijaya Karya (WiKa) Persero Tbk yang memiliki anggaran bersumber dari APBN senilai Rp.249.614.400.000,00 ini dianggarkan pembangunannya dari tahun 2011 hingga 2013.
            Jembatan Merah Putih ini merupakan salah satu dari perencanaan pembangunan PEMKOT yang pengrealisasiannya sedang berjalan hingga sekarang, dan adalah benar jika jembatan ini akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat Ambon misalnya dalam memberikan akses pintas dari jasirah Leihitu ke Leitimur maupun sebaliknya, juga akan menambah satu tempat kunjungan wisata karena direncanakan dibawah jembatan ini akan dibuat sebuah taman yang indah sesuai dengan skema gambar yang dipamerkan PT. Wijaya Karya (WiKa) Persero Tbk tepat pada pagar pembatas wilayah kerja dengan pemukiman warga, dan masih banyak manfaat lain dari keberadaan jembatan ini.
            Namun dibalik semua itu, apabila jembatan ini telah selesai dibuat akan ada pihak yang dirugikan oleh hal ini, ada dua pihak sebenarnya yaitu pihak ASDP dalam hal ini Kapal Ferry yang selama ini beroperasi di daerah Poka-Galala akan mengalami kemunduran, namun hal itu tidak menjadi masalah karena itu milik Pemerintah dan Pemerintah bisa memutar otak untuk mencari solusi lain dengan mematenkan  rute perjalanan semua Kapal Ferry seperti dari Galala ke Namlea (seperti yang dilakukan saat ini), atau ditambah dengan rute-rute baru lainnya.
            Pihak kedua yang sangat merasakan dampak buruk dari berdirinya jembatan Merah Putih adalah para pendayung perahu yang setiap harinya melakukan pekerjaan ini guna menghidupi diri mereka maupun keluarganya. Hal ini dikarenakan apabila jembatan tersebut telah selesai dibuat maka para konsumen perahu dan hampir semua masyarakat akan ketimbang memilih jembatan Merah Putih sebagai media penyeberangan dari pada menggunakan perahu sebab mereka lebih mengutamakan keselamatan dan waktu. Dari alasan inilah maka bukan tidak mungkin jika akan lahir kembali banyak pengangguran ditengah susahnya mencari lapangan pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikan para pendayung tersebut.
Sangatlah miris memang jika melihat keadaan seperti ini dimana Pemerintah yang seharusnya menciptakan lapangan pekerjaan malah menghilangkan lapangan pekerjaan. Memang benar jika akan ada kompensasi buat para pendayung perahu tersebut sesuai dengan penuturan mereka, namun pertanyaannya adalah; akankah kompensasi tersebut bisa menjamin jalan panjang kehidupan mereka?                         Pasti akan ada komentar bahwa para pendayung perahu tersebut bisa membuka usaha yang baru, namun sesuai dengan penuturan mereka bahwa mereka tidak mempunyai skill yang mempuni dalam membuka usaha baru selain mendayung perahu dan menjalankannya dengan baik karena banyak dari mereka yang hanya mampu menamatkan jenjang pendidikan SMA, sehingga mereka terbatas dalam berinovasi membuka usaha baru sesuai dengan skill mereka.
Ada sebuah jalan keluar yang efektif agar salah satu peninggalan budaya manis dari nenek moyang kita ini tidak luntur, dimana jalan keluar ini dapat menguntungkan kedua belah pihak (pihak jembatan Merah Putih dan para pendayung perahu), jalan keluar tersebut adalah dengan menjadikan perahu di daerah Rumahtiga, Poka, dan Galala sebagai salah satu bagian dari kepariwisataan kota Ambon, dengan mengaplikasikan perahu sebagai media wisata bahari di daerah-daerah tersebut yang memang memiliki spot-spot wisata yang bersifat unggulan seperti spot teluk Ambon, tanjung Marthafons, dan pantai Rumahtiga.
Apabila hal ini dilakukan oleh PEMKOT maka tidak akan ada penganguran besar-besaran, justru dengan melakukan hal ini pemerintah telah menciptakan banyak lapangan pekerjaan bagi masyrakat seperti penjualan jasa, guiding, penjual-penjual barang konsumsi, dan masih banyak lapangan pekerjaan lainnya. Maka dari itulah, kami sebagai anak-anak tanah ini ingin PEMKOT ataupun PEMPROV agar melakukan yang terbaik bagi kelangsungan hidup kita semua.                                                        Terima kasih atas perhatiannya!          

1 komentar:

  1. Sip.. Semoga dalam pembangunan jembatan merah putih.. faktor sosial dan lingkungan juga sudah dipertimbangkan matang-matang

    BalasHapus